BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
rangka membangun manusia Indonesia yang seutuhnya, pengembangan layanan
bimbingan dan konseling bagi masyarakat merupakan sarana dan wahana yang sangat
baik untuk pembinaan sumber daya manusia. Bimbingan dan konseling yang
keberadaannya semakin dibutuhkan dalam masyarakat merupakan suatu badan yang
mempunyai fungsi sangat penting. Dengan kata lain bimbingan dan konseling
mempunyai peran dalam mencarikan jalan keluar dari setiap kesulitan yang
dihadapi masyarakat dalam usaha mengembangkan potensinya. Bimbingan dan
konseling berfungsi untuk membantu kelancaran dan kesuksesan kehidupan
seseorang, artinya dengan adanya bimbingan dan konseling di masyarakat secara
intensif akan memberi dampak baik secara langsung maupun secara tidak langsung
yang akhirnya akan kembali pada keberhasilan orang tersebut.
Bimbingan dan konseling menjadi faktor penting untuk membantu masyarakat
dalam mengembangkan potensi maupun menyelesaikan masalahnya. Bimbingan dan
konseling, tidak hanya dibutuhkan para siswa siswa di lingkungan sekolah,
tetapi masyarakat di luar sekolah juga membutuhkan layanan dan konseling. Akan
tetapi, pada kenyataannya, tidak banyak masyarakat yang mengetahui dan
memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling. Ada beberapa jenis layanan
bimbingan dan konseling di luar sekolah, diantaranya bimbingan karier,
konseling traumatic, konsultasi masalah pribadi, konseling keluarga, dll.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas maka dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut
:
1. Apakah
yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling?
2. Bagaimanakah
bimbingan dan konseling di luar sekolah?
3. Apa
fungsi dan tujuan bimbingan konseling di luar sekolah?
C. Tujuan
Setelah mebahas isi dari makalah ini,diharapkan
pembaca atau pendengar dapat setidaknya mengetahui tentang:
1. Konsep dasar bimbingan dan konseling.
2. Pentingnya bimbingan dan konseling di
masyarakat.
3. Jenis – jenis bimbingan konseling di
masyarakat
D. Manfaat Penulisan Makalah
Manfaat dari
penulisan karya tulis adalah sebagai berikut ini.
1. Bagi penulis bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai bimbingan konseling serta memahami
kedudukan serta fungsi dari bimbingan konseling di luar sekolah.
2. Memberikan gambaran kepada pembaca mengenai bimbingan konseling di luar sekolah.
3. Membantu masyarakat dalam memajukan dan mempermudah proses bimbingan dan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Bimbingan dan
Konseling
Pada dasarnya bimbingan merupakan upaya pembimbing untuk membantu
mengoptimalkan individu. Donald G. Mortensen dan Alan M. Schmuller (1976) menyatakan, guidance
may be defined as that part of the total educational program that helps provide
the personal opportunities and specialized staff services by which each
individual can develop to the fullest of his abilities and capacities in term
of the democratic idea. Bimbingan konseling berasal dari istilah guidance
and counseling, kedua istilah ini mempunyai tekanan pengertian yang
berbeda, walaupun keduanya merupakan suatu bentuk bantuan. Bimbingan merupakan
terjemahan dari guidance, sesuai dengan istilahnya, maka bimbingan dapat
diartikan sebagai bantuan.
Namun untuk
sampai pada arti yang sebenarnya, bahwa tidak semua bantuan itu bimbingan.
Menurut year book of education dalam surya (1988:31) bimbingan adalah suatu
proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan
mengembangkan potensinya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan
social. Strang dalam van hoose dan pietrofesa (ed.) (1970:270) bahwa bimbingan
adalah suatu proses bukan hasil akhir. Belajar bagaimana memecahkan problem
lebih penting daripada pemecahan problem tertentu. Bbelajar.
Menurut cow
& Crow (1960:4) bimbingan adalah suatu bantuan yang diberikan oleh
seseorang, baik pria maupun wanita yang telah terlatih imbingan adalah proses
dengan baik dan memiliki kepribadian dan pendidikan yang memadai kepada
seseorang individu dari semua usia untuk membantunya mengatur kegiatan-kegiatan
hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, dan menanggung
bebannya sendiri.
Sedangkan konseling berasal
dari bahasa asing yang berarti penyuluhan. Menurut surya (1988:49) konseling
merupakan inti dan alat yang paling penting dalam bimbingan. Konseling besifat
pribadi, hubungan langsung secara tatap mka antara dua orang yang seorang
sebagai konselor yang dalam hubungan ini mempunyai kewenangan khusus dalam
suatu situasi belajar bagi konseli (klien) yaitu seseorang yang masih termasuk
normal, dia dibantu untuk mengetahui dirinya, keadaan sekarang maupun yang akan
datang, sehingga ia dapat menggunakan sifat-sifat dan potensinya dengan sesuatu
akan datang, sehingga ia dapat menggunakan sifat-sifat dan potensinya dengan
sesuatu cara, akhirnya dapat menyenangkan dan memuaskan dirinya dan
lingkungannya, dan lebih jauh dapat belajar bagaimana memecahkan
problem-problem yang akan datang dan dapat menemukan kebutuhannya (Tolbert, 1959:3).
Konseling sebagai
suatu proses antar pribadi, di mana satu orang yang satu dibantu oleh lainnya
untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya (Mortensen dan
Schmuller, 1976:301). Konseling sebagai suatu hubungan profesional antara seorang
konselor telatih dengan klien. Selanjutnya dikatakan bahwa hubungan ini
biasanya bersifat individual, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua
orang yang dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan
terhadap ruang lingkup hidupnya sehingga dapat membuat pilihan yang berarti dan
memadai bagi dirinya (Jones, 1970:96).
Konseling adalah
proses dimana konselor membantu klien dengan membuat interpretasi-interpretasi
tentang fakta-fakta yang berkaitan dengan suatu pilihan rencana, atau
penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya (Glenn E. Smith dalam Shertzer and
Stone, 1971:18). Konseling merupakan usaha untuk menimbulkan perubahan tingkah
laku secara sukarela pada diri klien. Niat merubah tingkah laku berada dalam
diri klien dan klien minta bantuan kepada konselor.
B.
Kebutuhan Bimbingan dan
Konseling di Masyarakat
Tidak disangkal
lagi bahwa setiap lapangan kehidupan dan kegiatan manusia memerlukan bimbingan.
Termasuk dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan bermasyarakat. Oleh karena itu,
layanan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan tidak hanya dalam dunia
pendidikan, tapi juga di masyarakat. Dengan adanya layanan bimbingan dan
konseling, dapat membantu masyarakat untuk menemukan jalan keluar dalam
masalahnya dan juga mengenali dan mengembangkan potensi dalam diri. Sehingga
hal ini sangat berpengaruh dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia.
Para konselor
yang menyediakan layanan bimbingan dan konseling ini, sangat dibutuhkan dalam
dunia masyarakat. Tidak hanya untuk membantu dalam bimbingan karier ataupun
masalah pribadi, para konselor juga seringkali menjadi sukarelawan dalam upaya
menghilangkan trauma pada masyarakat yang menjadi korban bencana yang akhir –
akhir ini sering menimpa masyarakat Indonesia.
C.
Jenis – Jenis Bimbingan Konseling di Luar Sekolah
1. Konseling Keluarga
a. Perspektif Perkembangn
Keluarga
Perspektif
perkembangan keluarga meliputi:
1. Kerangka berpikir tentang keluarga
2. Perkembangan keluarga sebagai sesuatu yang berkelanjutan dan perubahan
3. Keluarga dipandang sebagai system psikososial
1. Kerangka berfikir tentang keluarga
Keluarga merupakan
system social yang alamiah, berfungsi membentuk aturan-aturan, komunikasi dan
negosiasi diantara para anggotanya. Ketiga fungsi keluarga ini mempunyai
sejumlah implikasi terhadap perkembangan dan keberadaan para anggotanya.
Keluarga melakukan suatu polainteraksi yang diulang-ulang melalui partisipasi
seluruh anggotanya. Strategi-strategi konseling keluarga terutama membantu
terpeliharanya hubungan-hubungan keluarga, juga dituntut untuk memodifikasi
pola-pola transaksi dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang mengalami
perubahan.
Dalam perspektif
hubungan, konselor keluarga tidak menghilangkan signifikasiproses intrapsikis
yang sifatnya individual, tetapi menempatkan perilaku individu dalam pandangan
yang lebih luas. Prilaku individu itu dipandang sebagai suatu yang terjadi
dalam system sosial keluarga. Dengan demikian, ada perubahanparadigma dari
cara-cara tradisional dalam memahami prilaku manusia ke dalam epistomologi cybernetic. Paradigma ini menekankan mekanisme umpan balik
beeroperasi dan menghasilkan stabil serta perubahan. Kausalitas sirkuler
terjadi di dalam keluarga.
Konselor keluarga lebih memfokuskan pemahaman proses keluarga daripada
mencari penjelasan-penjelasan yang sifatnya linear.dalam kerangka kerja seperti
ini, simptomyang ditunjukan pasien dipandang sebagai cerminan dari sistem
keluarga yang tidak seimbang.
2. Perkembangan keluarga
Satu cara untuk memahami individu-individu dan keluarga meraka, yaitu
dengan cara meneliti pekembanagan meraka lewat siklus kehidupan keluarga.
Berkesinambungan dan perubahan merupakan cirri dari kehidupan keluarga. System
keluarga itu mengalami perubahan setiap waktu. Perkembangan keluarga pada
umumnya terjadi secara teratur dan bertahap. Apabila terjadi pemandegan dalam
keluarga, hal itu akan menggangu system keluarga. Kemunculan prialaku
simptomatik pada anggota keluarga pada saat transisi dalam siklus
ehidupankeluarga menandakan keluarga itu mengalami kesulitan dalam menyesuikan
dengan perubahan.
Siklus kehidupan keluarga mengarah pada suatu pengaturan tema mengenai
pandangan bahwa keluarga itu sebagai suatu system yang mengalami perubahan. Ada
tugas-tugas perkembangan khusus yang harus dipenuhi untuk setiap tahapan
perkembangannya.
Dalam keluarga, laki-laki dan perempuan dibesarkan dengan perbedaan harapan
peranan, pengalaman, tujuan, dan kesempatan. Perbedaan jenis kelamin ini, kelak
mempengaruhi interaksi suami istri. Banyaknya perempuan yang memasuki dunia
kerja akhir-akhir ini mempengarui juga tradisi peran laki-laki dan perampuan mengenai
tanggung jawab rumah tangga dan kerja di luar rumahg.
Kesukuan dan pertimbangan sosio-ekonomi juga mempengaruhi gaya hidup
keluarga. Terlabih dahulu, hal yang harus iperhatikan adalah membantu
menentukan bagaimana keluarga itu membentuk nilai-nilai, menentukan pola-pola
prilaku, dan menentukan cara-cara mengekspresikan emosi, serta menentukan
bagaimana mereka berkembang melalui siklus kehidupan keluarga. Hidup dalam
kemiskinan dapat mengikis struktur keluarga dan menciptakan keluarga yang tidak
terorganisasi. Dalam keluarga miskin, perkembangan siklus kehidupan sering
dipercepat oleh kehamilan dini dan banyaknya ibu-ibu yang tidak menikah. Tidak
adanya ayah di rumah memungkinkan nenek, ibu, dan anak perempuan itu lebih
saling berhubungan.
3. Keluarga sebagai system psikologi
Teori system umum memberikan dasar teoritis pada teori dan praktik
konseling keluarga. Konsep-konsep mengenai organisasi dan keutuhan menekankan
secara khusus, bahwa system itu beroperasi secara utuh terorganisasi. System
tidak dapat dipahami secara tepatjika dibagi kedalam beberapa komponen.
Keluarga menunjukan system hubungan yang komplek, terjadi kausalitas
silkuler dan multidimensi. Peran-peran keluarga sebagian besar tidak statis,
perlu dipahami oleh anggota keluarga untuk membantu memantapkan dan mengatur
fungsi keluarga. Keseimbangan dicapai dalam kelurga melalui prosesinteraksi
yang dinamis. Hal ini membantu memulihkan stabilitas yang sewaktu-waktu
terancam, yaitu dengan mengaktifkan aturan yang menjelaskan hubungan-hubungan.
Pada saat perubahan keluarga terjadi, siklus umpan balik positif dan negative
membantu memulihkan keseimbangan.
Subsistem-subsistem dalam keluarga melakukan fungsi-fungsi keluarga secara
khusus. Hal terpenting dan berarti adalah subsistem suami istri, orang tua, dan
saudara kandung. Batas-batas system membantu memisahkan sistem-sistem, sebaik
memisahkan subsistem-subsistem didalam system secara keseluruhan.
System-sistemkeluarga berinteraksi dengan sistem-sistem yang lebih besar
lagi di luar rumah, seperti sistem tempat peribadatan, sekolah, dan tempat
perawatan kesehatan. Dalam beberapa kasus, terjadi pengaburan masalah-masalah
keluarga dan pertentangan penyelesaian dari para pemberi bantuan dala sistem
makro. Dalam konteks yang lebih luas, batas-batas di antara pemberi bantuan
sama baiknya dengan bata-batas di antara keluarga klien. Batas-batas itu
mungkin perlu dijelaskan dalam sistem makro agar beroperasi secara efektif.
b. Landasan-landasan Sejarah dan Praktik Kontemporer
Dalam landasan-landasan sejarah dan praktik kontemporer konseling keluarga
dibahas mengenai:
1. Sejarah dan perkembangan konseling keluarga
2. Pendekatan psikodinamik
3. Pendekatan ekspresial/humanistic
4. Pendekatan Bowen
5. Pendekatan behavioral
2. Pendekatan
psikodinamik
Pendekatan-pendekatan dalam konseling keluarga dapat dibagi ke dalam
enam kelompok, yaitu:
1. Psikodinamik
2. Eksistensial/humanistic
3. Bowenian
4. Structural
5. Komunikasi/strategis
6. Behavioral
Hal yang membedakan pendekatan-pendekatan
tersebut adalah
a) Orientasi teoritis, dalam investasinya
apakah menekankan pada masa lalu atau masa sekarang
b) Proses konseling, apakah menekankan peran
yketidaksadaran atau kesadaran
c) Apakah menekankan wawasan atau tindakan
d) Fungsi konselor diutamakan atau tidak
e) Analisisnya apakah menggunakan individual dyad, atau triad
f) Tujuan-tujuan treatment
Sebagian besar, pandangan psikodinamik berdasar pada model psikoanalisis,
memberikan perhatian terhadap latar belakang dan pengalaman setiap anggota
keluarga sebanyak pada unit keluarga itu sendiri.
Nathan Acherman, pelopor konselor keluarga berupaya menintegrasi
teori psikoanalitik yang berorientasi intrapsikis dengan teori sistem sengan
menekankan hubungan antar pribadi. Upaya-upaya terapeutiknya berujuan untuk
membebaskan “pathologies” yang
berperan satu sama lain. James Framo,
konselor keluarga generasi pertama, meyakini bahkan konflik intrapsikis yang
tidak terselesaikan dibawa dari keluarganya, diteruskan dalam bentuk proyeksi
ke dalam hubungan-hubungan yang terjadi aat ini, seperti hubunan suami istri
atau anak.
3. Pendekatan
Eksperensial/Humanistik
Para konselor keluarga eksperensial/humanistic menggunakan “immediacy” terapeutik dalam menghadapi
anggota-anggota keluarga untuk membantu memudahkan keluarga itu berkembang dan
memenuhi potensi-potensi individunya. Pendekatan ini lebih menekankan pada
tidakan daripada wawasan dan interpretasi. Pendekatan ini memberikan
pengalaman-pengalaman dalam meningkatkan perkembangan, yaitu melalui interaksi
antar konselor dan keluarga.
Virginia Sati, dalam pendekatanya ia memadukan kesenjangan
komunikasi antara anggota keluarga dan orientasi humanistic dalam membangun
harga diri dan penilaian dari seluruh anggota keluarga. Dia meyakini bahwa
dalam diri manusia terdapat sumber-sumber yang diperlukan manusia untuk
berkembang.
4. Pendekatan Bowen
Pendekatan Muray Bowen terkenal
dengan teori sistem keluarga. Landasan teori Bowen adalah konsep diferensial diri konsep ini berkembang dimana
anggota keluarga dapat memisahkan fungsi intelektualnya dengan emosionalnya. Bowen mengungkapkan konsep emotional cutoff untuk menjelaskan
bagaimana anggota keluarga berupaya memutuskan hubungan dengan keluarga mereka
atas anggapan yang keliru bahwa mereka dapat mengisolasi diri mereka dari fusi.
Posisi saudara kandung dari setiap pasangan perkawinan akan mempengaruhi
interaksi mereka. Dalam pengembangan teorinya terhadap masyarakat lebih luas, Bowen percaya bahwa tekanan-tekanan
eksternal yan kronis merendahkan tingkat berfungsinya diferensiasi masyarakat,
hal itu hasil pengaruh regresi masyarakat.
5. Pendekatan Stuktural
Pendekatan structural dalam konseling keluarga terutama dikaitkan dengan Salvador Minuchin dan koleganya di
pusat Bimbingan Anak Philadelphia. Pendekatan ini dilandasi sistem. Teori
keluarga memfokuskan pada kegiatan, keseluruhan yang terorganisasi dari unit
keluarga, dan cara-cara dimana keluarga mengatur dirinya sendiri melalui
pola-pola transaksional diantara mereka. Secara khusu, sistem-sisem keluarga,
batas-batas, blok-blok, dan koalisi-koalisi ditelaah dalam upaya memahami struktur
keluarga. Tidak berfungsinya struktur menunjukan bahwa aturan-aturan yang tidak
tampak yang membangun transaksi keluarga tidak berjalan atau membutuhkan
negosias kembali aturan-aturan.
6. Pendekan
Strategis/Komunikasi
Karakteristik khusus pendakatan ini menggunakan double blinds terapeutik atau teknik-teknik paradoksial untuk
mengubah aturan-aturan keluarga dan pola-pola hubungan. Pradoks kontradiksi
yang mengikuti deduksi yang tepat dan premis-premis yang konsisten digunakan
secara terapeutik untuk mengarahkan individu atau keluarga yang tidak mau
berubah sesuai dengan apa yangdiharapkan, prosedur ini mempromosikan perubahan
tersebut bukan dalam bentuk penolakan atau tindakan. Jakcson, Watzlawick dan
ahli strategi lainnya menggunakan “prescribing”
simptom-simptom sebagai teknik paradox untuk mengurangi penolakan berubah
dengan menggunakan simptomnya itu tidak berguna.
Pendekatan konseling keluarga strategi ditandai oleh taktik-taktik yang
terencana dan hati-hati, serta lngsung menangani masalah-masalah keluarga yang
ada. Haley sangat memengaruhi para
praktisi dalam menggunakan perintah-perintah atau penyelesaian
tugas-tugassebaik intervensi-intervensi paradoksial yang sifatnya tidak
langsung. Madanes, konselor
strategis keluarga lainnya menggunakan teknik-teknik “pretend” (menganggap diri) dan investasi-investasinya yang tidak
konfrontatif diarahkan pada tercapainya perubahan tanpa mengundang penolakan.
7. Pendekatan Behavioral
Konseling keluarga
behavioral, terakhir masuk dalam bidang konseling keluarga, berupaya membawa
metode ilmiah dalam proses-prose terapeutik mengembangkan monitoring secara
tepat dan mengembangkan prosedur-prosedur intervensi berdasarkan data.
Pendekatan ini mengambil prinsip-prinsip belajar manusia, seperti classical dan operant conditioning, penguatan positif dan negative, pembentukan, extinction, dan belajar social.
Pendekatan behavioral menekankan lingkungan, situasional dan faktor-faktor
sosial dari prilaku. Pendekatan behavioral memberikan hasil yang signifikan
terhadap empat bidang yang berbeda, yaitu konseling perkawinan behaviaoral,
pendidikan dan latihan keterampilan orang tua behavioral, konseling keluarga
fungsional, serta penanganan tidak berfungsinya seksual.
Konseling
perkawinan behavioral memadukan prinsip-prinsip teori belajar social dan teori
pertukaran social. Konseling perkawinan behavioral mengajarkan pasangan suami
istri bagaimana mencapai suatu hubungan timbale balik yang positif.
Pendidikan dan
latihan keterampilan-keterampilan orang tua behavioral, sebagian besar
didasarkan pada teori belajar sosial, berupaya untuk melatih orang tua dengan
prinsip-prinsip behavioral dalam pengelolaan anak. Secara khusus, Patterson memfokuskan terhadahubungan
dua orang (dyad), biasanya antara ibu
dan anak, serta menekankan bahwa perilaku anak itu memungkinkan dikembangkan
dan dipelihara melalui hubungan timbal balik mereka. Secara khusus,
intervensinya berupaya membantu keluarga mengembangkan sejumlah kontingensi
penguatan baru dengan maksud memulai belajar perilaku-perilaku baru.
Konseling keluarga
fungsional berupaya mengintegrasikan sistem teori sistem, behavioral, dan
kognitif dalam bekerja dengan keluarga. Konseling keluarga funsional
berpandangan, bahwa semua perilaku sebagai fungsi antar pribadi mengenai hasil
khusus dari konsekuensi-konsekuensi perilaku
Kerjasama
konselorsek adalah satu program yang dibatasi waktunya, melibatkan kedua
pasangan perkawinan dan berupaya untuk menyelesaikan masalah-masalah tidak
berfungsinya seksual. Treatment-nya
memperkuat perkawinan dengan cara mengoreksi hal-hal yang secara potensial
merusak aspek-aspek hubungan. Konseling ini pertama kali dikembangkan oleh Masters dan Johnson, lalu dikembangkan oleh Kaplan. Treatment tidak
berfungsinya seksual sekarang menggunakan berbagai teknik behavioral secara
jelas. Kerjasama konseling seks ini menyajikan bentuk yang dikonseptualisasikan
sebagai jenis konseling kognitif behavioral/program pendidikan kembali yang
diaplikasikan terhadap pasangan suami istri yang mempunyai masalah seksual.
Bentuk-Bentuk Lain dari Intervensi Terapeutik
Terdapat empat
jenis teknik konseling keluarga sebagai tambahan terhadap pendekatan-pendekatan
yang sudah biasadilakukan dalam treatment,
yaitu prosedur-prosedur nonverbal, prosedur-prosedur yang dibatasi waktunya,
prosedur-proseduryang berorientasi krisis, dan intervensi-intervensi yang
melibatkan kelompok yang lebih luas.
Dalam melukiskan
keluarga dengan eknik nonverbal, semua anggota keluarga diminta untuk
menggambarkan bagaimana mereka melakukanhubungan didalam keluarga.
2. Bimbingan Karier
Pemahaman terhadap
dunia kerja menjadi hal penting bagi masyarakat sebagai bekal dan persiapan
memasuki dunia kerja. Hal-hal yang menjadi permasalahan umum bagi seseorang
adalah kurangnya pemahaman untuk mengenal diri, yaitu mengetahui potensi dan
mewaspadai kelemahannya, kurangnya kesiapan mental untuk bersaing di dunia
kerja, kekurangtahuan tentang lingkup pekerjaan pada bidang pekerjaan yang ada di
pasar tenaga kerja, serta pemahaman mengenai bagaimana strategi meniti karir
mulai dari awal karir sampai dengan bagaimana upaya untuk meraih puncak karir
yang dicita-citakan. Untuk itu, konseling karir dapat menjadi media bagi
masyarakat untuk berbagi mengenai masalah-masalah karir dan atau hal-hal lain
yang terkait karir.
a. Tujuan Bimbingan Karir dan Konseling.
Secara umum tujuan bimbingan Karir dan Konseling adalah sebagai berikut;
Ø Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang
terkaitdengan pekerjaan.
Ø Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yangmenunjang
kematangan kompetensi kerja.
Ø Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam
bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya,
dan sesuai dengan norma agama.
Ø Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan
persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita
karirnya masa depan.
Ø Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali
ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis
pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
Ø Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan
secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat,
kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
Ø Mengenal keterampilan, minat dan bakat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam
suatu karir amat dipengaruhi oleh minat dan bakat yang dimiliki. Oleh karena
itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang
pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.
Ø Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karier.
Ø Memiliki kemampuan untuk menciptakan suasana hubungan industrial yang
harmonis, dinamis, berkeadilan dan bermartabat.
b. Model rangkaian untuk program karir
- Orientasi kesadaran.
- Assesment diri.
- Penjajakan karir.
- Mensetting tujuan karir.
- Pengalaman kerja.
- Konteks karir.
- Tersedianya dunia kerja.
- Penempatan.
c. Teknik Konseling
Teknik konseling yang
dapat digunakan dalam konseling karir antara lain:
- Konseling kelompok.
- Konseling perorangan.
- Konseling teman sebaya.
- Penempatan.
d. Tipe Konseling Karir
Menurut
Morrill dan Forrest ada empat tipe konseling karir, yaitu:
- Konseling yang membantu klien dengan suatu keputusan tertentu dengan memberikan informasi dan klarifikasi masalah.
- Konseling yang membantu klien dengan suatu keputusan tertentu dengan memusatkan perhatian pada keterampilan membuat keputusan.
- Konseling yang memandang karir sebagai proses, bukan sebagai tujuan.
- Konseling yang memusatkan perhatian pada usaha menanamkan kemampuan menggunakan karakteristik personal klien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan klien sendiri.
3. Konseling Traumatik
Konseling traumatik adalah upaya
konselor untuk membantu klien yang mengalami trauma melalui proses hubungan
pribadi sehingga klien dapat memahami diri sehubungan dengan masalah trauma
yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin.
Konseling
traumatik ini berbeda dengan konseling biasa. Perbedaan itu terletak pada
waktu, focus, aktivitas dan tujuan. Dilihat dari segi waktu, konseling
traumatik pada umumnya memerlukan waktu lebih pendek dibandingkan dengan
konseling biasa. Konseling traumatik memerlukan waktu satu hingga enam sesi.
Sedangkan konseling biasa, memrlukan waktu satu hingga dua puluh sesi.
Dilihat
dari focus, konseling traumatic lebih memerhatikan pada satu masalah, yaitu
trauma yang terjadi dan dirasakan. Adapun konseling biasa, pada umumnya suka
menghubungkan satu masalah dengan masalah lainnya. .
Dilihat
dari aktivitas, konseling traumatic lebih banyak melibatkan banyak orang dalam
membantu klien dan yang lebih banyak aktif adalah konselor. Konselor berusaha
untuk mengarahkan, mensugestikan, member saran, mencari dukungan dari keluarga
dan teman klien, menghubungi orang yang lebih ahliuntuk referral, menghubungkan
klien dengan ahli lain untuk referral, melibatkan orang / agen lain yang
kompeten secara legal membantu klien, dan mengusulkan berbagai perubahan
lingkungan untuk kesembuhan klien.
Dilihat
dari tujuan, konseling traumatic lebih menekankan pada pulihnya kembali klien
pada keadaan sebelum trauma dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan
lingkungan yang baru.
Tujuan
konseling traumatic adalah:
Ø Berfikir realistis, bahwa trauma adalah bagian
dari kehidupan
Ø Memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan trauma.
Ø Memahami dan menerima perasaan yang berhubungan dengan trauma
Ø Belajar keterampilan
baru untuk mengatasi trauma.
Keterampilan
Dalam Konseling Traumatik
Ada
empat keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor dalam konseling traumatic,
yaitu:
a. Pandangan Realistik
Hendaknya,
konselor memiliki pandangan yang realistic terhadap peran mereka dalam membantu
orang – orang yang mengalami trauma. Keterampilan ini berguna bagi konselor
untuk memahami kelemahan dan kelebihannya dalam membantu orang yang mengalami
trauma. Kelebihan konselor dibandingkan dengan keluarga dan teman orang yang
mengalami trauma. Namun di pihak lain, konselor harus mengakui beberapa
keterbatasan yang dimilikinya dalam membantu orang yang trauma. Keterbatasan –
keterbatasan itu antara lain sebagai berikut:
1. Konselor kurang memiliki data yang lengkap
tentang kelemahan kepribadian klien sebelum menderita trauma.
2. Konselor tidak dapat mengontrol pemicu
trauma, karena pemicu trauma itu adalah peristiwa objektif yang telah dialami
klien.
3. Konselor tidak dapat mengontrol reaksi
keluarga dan teman klien pada saat klien mengalami trauma.
b. Orientasi yang holistic
Kondisi
trauma pada diri klien bukan harus dihadapi secara berlebihan atau sebaliknya.
Dalam konseling traumatic, konselor harus menerima berbagai bantuan dari
berbagai pihak demi kesembuhan klien. Dengan memerhatikan kondisi klien secara
holistic, konselor dituntut untuk dapat berkerja sama dengan berbagai ahli yang
ada di masyarakat untuk membantu kesembuhan klien.
c. Fleksibilitas
Konseling
traumatic memerlukan fleksibilitas, karena keterbatasan – keterbatasan yang
ada, konseling traumatic mungkin lebih fleksibel dalam pelaksanaannya. Karena
keterbatasan tempat, mungkin konseling melalui telepon akan lebih tepat. Karena
keterbatasan waktu, ada kemungkinan terjadi perubahan waktu dalam konseling.
Kemungkinan konseling di rumah klien terjadi daripada di kantor konselor.
Perpanjangan waktu dalam setiap sesi konseling mungkin saja terjadi. Melibatkan
keluarga dalam sesi konseling mungkin saja terjadi dan konselor memberikan
sugesti pada klien juga bisa terjadi.
Dalam
konseling traumatic, konselor tidak banyak waktu untuk melakukan konfrontasi,
berlama – lama, non direktif, interpretasi perilaku dan mimpi, serta tidak
terlalu mempermasalahkan terjadinya transferensi ataupun conter tansferensi
antara klien dan konselor. Kondisi trauma menuntut konselor untuk bertindak
cepat menangani klien.
d. Keseimbangan Antara Empati dan Ketegasan
Konselor
harus mampu melihat kapan dia harus empati, dan kapan dia harus tegas dalam
mengarahkan klien untuk kesembuhan klien. Jika konselor terlalu hanyut dengan
perasaan klien, maka konselor akan mengalami kesulitan dalam membantu klien.
Begitu juga jika konselor tidak tepat waktunya dalam memberikan arahan yang tegas
pada klien maka konseling akan tidak efektif.
Empati
ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan
berpikir bersama klien. Empati ada dua macam yaitu empati primer dan empati
tingkat tinggi. Empati primer adalah suatu bentuk yang hanya memahami perasaan,
pikiran, keinginan, dan pengalaman klien. Tujuannya agar klien terlibat
pembicaraan dan terbuka pada konselor. Adapun empati tingkat tinggi adalah
keikut sertaan konselor dalam merasakan dan memikirkan apa yang dirasakan dan
dipikirkan kliennya.
Adapun
ketegasan untuk mengarahkan klien adalah kemampuan konselor untuk mengatakan
kepada klien agar klien berbuat sesuatu atau dengan kata lain mengarahkan agar
klien melakukan sesuatu.
Sebagai contoh, wujud pelaksanaan dari konseling
traumatic adalah upaya untuk menyembuhkan trauma pada korban gempa bumi Jawa
Barat yang terjadi beberapa waktu lalu. Hal ini dilakukan untuk pemulihan
gangguan mental psikologis yang berpengaruh terhadap kehidupan efektif
sehari-hari warga masyarakat korban gempa yang perlu ditangani secara khusus.
Kegiatan
yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Kegiatan konseling trauma terhadap kelompok sasaran peserta didik dilakukan dalam bentuk:
o
Terapi Permainan
o
Bimbingan/Konseling Kelompok
o
Konseling Individual
o
Pelayanan Informasi
o
Pelayanan Pembelajaran
- Kegiatan konseling trauma terhadap para orang tua/warga masyarakat yang memerlukan dilakukan dalam bentuk:
o Terapi
Relaksasi
o Bimbingan/Konseling
Kelompok
o Konseling
Individual
o Pelayanan
Informasi
o Pelayanan
Berkehidupan dalam Keluarga/Masyarakat